Faedah dari Kajian Ustadzah Ummi Yunengsih

Kita patut bersyukur, Indonesia telah lepas dari penjajahan, sehingga dengan kemerdekaan ini negeri kita aman dari Jiwa, harta dan kehormatan penduduk ini pun terlindungi. Sudah sepatutnya kita bersyukur atas nikmat yang telah diberikan ini.

Kemerdekaan bukan semata-mata terbebas dari kesengsaraan, keterbelengguan, dan penjajahan. Kemerdekaan juga bukan hanya soal bebas memilih apa saja yang hawa nafsu ini mencocoki.

Apa saja hakikat kemerdekaan bagi seorang muslim?

  1. Kemerdekaan adalah tatkala diri kita terbebas dari kesyirikan

Allah سبحانه و تعالى berfirman,

قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Dia (Nabi Ibrohim) berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah orang yang terbebas(merdeka) dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku hanya kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang berbuat syirik.” (QS. Al-An’am: 78-79).

Hakikat merdeka yang sesungguhnya adalah tatkal akita Merdeka dari penghambaan kepada selain Allah, dan menjadikan Allah satu-satunya Rabb yang berhak disembah, dengan membersihkan diri dari jerat-jerat kesyirikan serta menjauh dari orang-orang yang berbuat syirik.

Nabi Ibrahim, kekasih Allah, orang yang sangat bertauhid kepada Allah, beliau tahu betul bahwasanya akibat dari kesyirikan sangatlah mengerikan. Pelakunya terancam kekal di neraka jahanam dan tidak dapat merasakan kenikmatan di surga selamanya.

2. Kemerdekaan adalah memerdekakan diri kita dari penyembahan kepada hawa nafsu.

Banyak orang-orang yang dijajah oleh hawa nafsunya yang mengajak kepada hal yang haram. Diperbudak oleh hawa nafsu akan membuat seseorang tidak bisa menjalankan kewajibannya.

Firman Allah dalam Q.S. Al-Furon : 43

أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Artinya: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?

اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُۗ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا ۙ

Terjemahan

Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?

Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diibaratkan seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat

  • Bersyukur

Baik dengan menggunakan lisan yaitu dengan mengucapkan Alhamdulillah. Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk menjadi hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur. Bahkan dalam kondisi yang tidak menyenangkan sekalipun. Karena kesusahan yang kita alami, hakikatnya Allah sedang memberikan kita beribu-ribu kebaikan.

Contoh : dibalik musibah sakit, Allah mengampuni dosa-dosa kita. Karena terkadang ada dosa-dosa yang kita lupa beristighfar kepadanya.

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, mereka mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa melainkan dosa-dosanya akan diampuni” (HR. Muslim no. 2573).

Juga firman Allah dalam Q.S An-Naml : 15

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ

Terjemahan

Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Dawud dan Sulaiman; dan keduanya berkata, “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *