Oleh : Rofi Hasibun Muhaimin, M.Pd.
Ulbah bin Zaid merupakan sahabat Nabi Muhammad dari kalangan Anshor yang miskin, selalu dipandang sebelah oleh orang kafir Quroisy. Pada tahun kesembilan Hijriyah ada kisah yang mengharubiru ketika Ulbah bin Zaid tidak bisa ikut perang bersama Rasulullah pada Perang Tabuk melawan bangsa Romawi. Kisah yang mampu menjadikan mata basah dengan air mata.
Saat itu kota Madinah sedang dilanda paceklik, kondisi yang sangat sulit secara ekonomi baik sandang maupun pangan. Ditambah cuaca di kota Madinah dengan terik matahari yang sangat panas, cuaca yang sangat ekstrim. Puncak musim panas pada masa tersebut dikatakan masa masa sulit “Saatul usroh“. Keadaan seperti itu membuat masyarakan lebih memilih untuk istirahat di rumah sambil menunggu panen buah kurma dan makan buah kurma yang masih segar (ruthob). Namun, Allah memerintahkan melalui lisan Rasul-Nya agar bersiap siap untuk jihad melawan orang romawi yang letaknya sangat jauh dari kota Madinah.
Medan yang berat ditambah kondisi di puncak musim panas, mayoritas sahabat Nabi menyambut seruan jihad dengan penuh semangat dan berharap mati syahid baik sabahat Nabi yang tergolong sangat kaya maupun sahabat Nabi yang fakir lagi miskin. Sebagian kecil tidak setuju dan merasa berat dengan adanya seruan jihad dari kalangan orang orang munafik, bahkan mereka meminta uzur tidak mau ikut jihad padahal mereka bukan dari golongan yang mendapatkan keringanan tidak ikut berperang.
Adapun sahabat yang mulia Ulbah bin Zaid walaupun fakir, keinginannya sangat besar untuk berpartisipasi ikut ke medan perang. Ulbah berkeinginan kuat ingin menyumbangkan hartanya agar bisa berangkat ke Tabuk. Namun dirinya hanya bisa memandang para sahabatnya berbondong bondong dari berbagai penjuru kota Madinah dengan membawa hartanya untuk diinfakkan kepada Rasulullah. Abu bakar Asshiddiq, Umar Bin Khattab dan Usman bin affan, mereka menyumbangkan harta terbaiknya berupa dinar dan dirham beserta puluhan hingga ratusan unta. Adapun sahabat-sahabat Nabi yang tidak berharta ada yang hanya bisa menyumbangkan kurma yang dimilikinya. Ada yang satu genggam atau yang satu wadah besar. Semua mereka lakukan demi membekali pasukan kaum muslimin berangkat ke medan perang.
Ulbah bin Zaid menyadari tidak mempunyai harta yang akan disedekahkan. Bersama sahabat-sahabat yang lain ia mendatangi baginda Rasul untuk mengadukan permasalahan dan mencari solusinya agar mereka diijinkan untuk ikut perang Tabuk. Di depan Nabi mereka minta izin ikut perang dan agar diberi perbekalan. Ulbah memang tidak berharta tapi hanya punya jiwa yang bisa ditaruhkan untuk perang tersebut, tapi Baginda Nabi mengungkapkan ketidaksanggupannya membawa sahabat yang tidak punya bekal untuk mengikutsertakan dalam perang. Bahkan Nabi Muhammad mengatakan kalau sepasang sandal saja tidak mampu untuk diberikan kepada sahabat yang miskin harta, hal ini yang membuat Ulbah mendapatkan uzur tidak ikut perang dan tidak mendapatkan dosa atas uzur tersebut.
Kisah ini diabadikan dalam surah At taubah ayat 92, Allah berfirman:
Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan
Meski diberikan uzur oleh Nabi tercinta, Ulbah pulang ke rumahnya dengan hati gundah gulana dan sedih luar biasa. Ketika malam datang, kegelapan malam mulai menyelimuti bumi. Hati Ulbah mulai terusik dada bergemuruh dan tidak bisa memejamkan mata untuk istirahat dan Ulbah akhirnya memutuskan untuk sholat malam dan bermunajat kepada Rabb semesta alam. Ulbah ungkapankan apa yang bergemuruh di dada terkait masalahnya yang tidak bisa ikut perang bersama Nabi tercinta karena kemiskinananya.
“Ya Allah, sungguh Engkau telah memerintahkan berjihad. Engkau mendorong untuk ikut. Namun kau takdirkan aku tidak memiliki harta maupun materi yang bisa menguatkanku dalam jihad. Engkau juga menakdirkan tidak ada sesuatu di tangan baginda Rasul-Mu yang bisa membawaku ke sana. Sungguh aku bersedekah untuk (memaafkan) setiap muslim atas kedzaliman yang mereka lakukan padaku, baik pada harta, jasad dan kehormatanku.”
Alangkah tulusnya keimanan Ulbah. Ia ikhlas menerima takdir Allah tidak putus asa dan sumpah serampah atas pahala besar yang ia lewatkan dari jihad. Sebaliknya Ulbah berusaha bersedekah meski bukan dengan harta atau materi yang dimilikinya, tapi dengan maafnya dan kedzaliman saudaranya. Keikhlasan hati Ulbah dan keikhlasan memaafkan orang lain adalah dua hal yang menunjukan kualitas iman seorang sahabat Nabi.
Kemudian pada pagi hari setelah malamnya Ulbah menghabiskan malamnya untuk bermunajat dan menghabiskan air matanya untuk berdoa dan bertaubat serta memohon kepada Ar-Rahman. Ulbah sholat bersama Nabi dengan air wudu yang baru sehingga tidak ada yang tahu kalau semalam Ulbah mencurahkan kesedihannya kepada Allah. Setelah sholat, baginda Rasul bertanya kepada para sahabat yang hadir sholat shubuh berjamaah, “Siapakah yang malam tadi telah bersedekah?” Ulbah sendiri tidak menjawab karena merasa dirinya tidak bersedekah apa-apa. Mendengar tidak ada seorangpun yang menanggapi Rasul Kembali bertanya “Di mana orang yang bersedekah? berdirilah!”
Kemudian Nabi bersabda “ Bergembiralah wahai Ulbah! Demi Dzat Muhammad berada di tangan-Nya, sedekahmu semalam diterima sama Allah.”
Doa Ulbah tidak ada yang mendengar selain Allah aza wajlla, namun Allah tampakkan atas izin-Nya melalui lisan Nabi-Nya, sebagai bukti bahwa keikhlasan hati akan takdir Allah dan ketetapan-Nya.
Kisah Ulbah bin Zaid memberikan pelajaran; bahwa usaha seorang mukmin tidak pernah akan disia-siakan oleh Allah, walaupun harta dan materi tidak punya akan tetapi masih banyak cara untuk bersedekah di jalan Allah yaitu dengan cara mengikhlaskan kedzaliman orang lain dan memaafkannya dengan hati yang tulus, dan ternyata Allah catat sebagai sedekah yang diterima dan akhirnya Ulbah ikut serta dalam Perang Tabuk dengan izin baginda Rasul dengan mengendarai 1 ekor unta secara bergantian sebanyak 7 orang.
Demikian, Allah telah memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang rela mengorbankan jiwa dan hartanya untuk agama Allah, bahwa bagi mereka akan mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda di alam akhirat, karena Allah azza wajalla sebaik baik pemberi balasan.
Dialih bahasa dari kitab ath-Thobaqot al Kubro karya Ibnu Saad ( w 230 H ) juz 5 dan Zaadul Maad karya Ibnul Qoyyim ( w 751 H ) juz 3.
Rofi Hasibun Muhaimin, M.Pd. (Kepala Sekolah SMPIT Arkan Cendekia)