Dewasa ini, banyak kita dapati problem mental anak didik yang terjadi di lingkungan sekitar. Anak-anak sering ribut di kelas ketika belajar, bikin gaduh di masjid saat waktu salat, susah ditertibkan waktu upacara, gaya bicara yang kasar bahkan kadang keluar kata-kata ‘jorok’, serta perilaku buruk lainnya.

Ditambah lagi masalah yang lebih ekstrim seperti pacaran, banyak menyia-nyiakan waktu dengan bermain game, merokok, songong, tidak mau salat, bahkan ada  yang melakukan pembegalan, serta seabrek prilaku buruk lainnya. Hal ini tentunya membuat hati kita miris.

Pelajar merupakan calon pembangun negeri ini. Merekalah para pemuda yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa mendatang. Generasi negeri ini harus mendapatkan perhatian kita bersama. Kita tentunya tak boleh abai sebab maju-mundurnya bangsa ini ke depan tergantung dari pemuda-pemudinya. Apalagi kita sebagai muslim wajib peduli akan hal ini.

Para pendidik dalam hal ini guru dan orang tua perlu berkontribusi terhadap aset masa depan yang bernama anak. Paling tidak ada enam hal fundamental yang patut kita perhatikan guna membenahi problematika yang sedang kita hadapi ini. Pertama, dekatkan anak didik kita dengan alquran. Ajari anak-anak kita cara membaca alquran yang benar dengan memperhatikan kaidah-kaidah tajwid. Perdengarkan mereka pula tilawah para masyaikh atau qori terkenal agar telinganya peka akan kalam ilahi Yang Maha Indah. Lalu, biasakan mereka untuk mengahapalnya dengan diawali surat-surat pendek. Sehingga lisan, telinga, dan kalbunya lekat kepada kitabullah.

Perdana Menteri Inggris Gladstone (1809-1898) pernah berujar, “Kita tidak akan mampu menguasai umat islam selama di dalam dada pemuda-pemuda islam bertengger alquran. Tugas kita adalah mencabut alquran dari hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam.”

Kedua, menanamkan akidah yang benar. Kita dapat memberikan pelajaran yang berhubungan dengan akidah dari kisah-kisah yang ada di quran maupun sunnah. Kita kenalkan siapa Tuhan kita, di mana Tuhan kita, mengapa kita harus mentauhidkan dan beribadah hanya kepada-Nya serta tidak boleh syirik, dan lain-lain.

Ketiga, mengajarkan anak-anak kaifiat wudu dan salat yang benar sesuai dengan tuntunan rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kita suruh mereka untuk mengamalkan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sabar dan kontinu.  

Keempat, menanamkan pendidikan adab-ahlak mulia kepada mereka. Kita ajarkan adab-adab kepada orang tua dan guru, adab-adab di masjid, adab makan-minum, adab buang hajat, adab bergaul, adab safar, ahlak kepada teman, ahlak terhadap lingkungan, dan lain sebagainya.

Kelima, perlunya kerjasama yang erat antara guru dan orang tua peserta didik. Guru bukanlah malaikat yang dapat mengubah dalam waktu sekejab. Lembaga pendidikan juga bukan tempat yang bisa menyulap anak-anak menjadi baik dalam waktu singkat. Butuh sinergi antara guru-orang tua. Ketika anak-anak memperoleh pelajaran di sekolah, seyogyanya orang tua menyuruh anak-anaknya untuk murajaah di rumah sehingga apa yang telah didapatkan membekas dalam kehidupan nyata,

Keenam, berdoa. Sebagai hamba yang lemah tentunya kita sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Walaupun kita sudah maksimal berusaha, yang akan menjadikan anak kita saleh atau salehah adalah Allah ta’ala. Ikhtiar yang kita perbuat tidak akan berarti apa-apa apabila bukan karena bantuan-Nya. Selipkan doa-doa terbaik untuk anak-anak kita di waktu-waktu mustajab agar mereka memperoleh hidayah dan taufik-Nya. Karena Allah lah Yang Maha membolak-balikkan hati.

(Muiz Zainudin Saputra, S.Pd., Guru Bahasa Indonesia SMPIT Arkan Cendikia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *